SEMARANG - Bencana pergerakan tanah kembali terjadi di kawasan perbukitan di Kota Semarang. Kali ini belasan rumah di dua RT dalam wilayah RW 9, Kelurahan Srondol Kulon ambles. Hingga semalam, tim gabungan dari polisi, SAR Jawa Tengah, Amateur Radio Emergency Service (ARES) ORARI, Posko SAR Kandang Macan, Satuan Penanggulangan Bencana PMI Kota Semarang, dan Satlak PB Kota Semarang masih siaga di lokasi.
Setidaknya terdapat 12 rumah yang menjadi korban bencana pergerakan tanah di dua RT itu. Empat rumah di antaranya terpaksa dirobohkan karena kondisinya membahayakan.
Wartini (35), warga Jalan Ngesrep Barat 3, RT 4 RW 9, Kampung Plasansari, Kelurahan Srondol Kulon menuturkan, pergerakan tanah tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak 1989. Saat itu lahan yang terletak sekitar 20 meter di belakang rumahnya ambles. Kejadian serupa terulang lagi pada 2004, kali ini lokasi tanah ambles persis di belakang rumahnya.
Setelah kejadian itu, Mujiyo (47), suaminya, menguruk lahan itu hingga kembali rata. Namun Sabtu (28/1), lahan di belakang rumahnya kembali bergerak dan ambles sekitar 1,5 meter. Mujiyo berusaha mencegah tanah agar tidak terus bergerak dengan cara memasang trucuk bambu. "Kalau saya rasa-rasakan, tanah ini memang terus bergerak," ujar dia.
Akibat pergerakan tanah tersebut, fondasi di belakang rumahnya juga sudah menggantung. Hal itu mengakibatkan Wartini sekeluarga selalu merasa khawatir, terutama pada saat hujan lebat. Dia membeli tanah itu sekitar 1987 dan saat itu tidak mengetahui ternyata lokasi itu labil.
Penuturan serupa juga disampaikan Budiono (45). Dia mengungkapkan, warga berharap Pemkot bisa merelokasi dengan cara bedol desa ke daerah yang lebih aman.
Lurah Srondol Kulon Sinung Jatmiko U SSos mengemukakan, jumlah rumah yang menjadi korban pergerakan tanah di RT 4 RW 9 adalah 10 rumah dan empat di antaranya terpaksa dirobohkan warga. Sementara itu, di RT 6 terdapat dua rumah dan satu telah dirobohkan.
Rawan Longsor
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Jateng Eddy Haryono mengemukakan, daerah tersebut memang rentan pergerakan tanah. Pada 2003, Bukit Regency pernah mengalami kejadian serupa. Suara Merdekamencatat, saat itu puluhan rumah di kawasan real estate rusak parah dan para penghuninya terpaksa diungsikan.
Batuan di kawasan itu, antara lain berupa breksi yang mudah merekah. Rekahan-rekahan itu kemudian terisi air dan mengakibatkan tanah di tempat bergerak.
"Mestinya di kawasan itu dibuat saluran untuk mengalirkan air langsung ke Kali Garang. Jika tidak, kawasan itu akan tetap rawan bergerak," ungkap dia.
Sayang, lanjut dia, banyak permukiman di perbukitan saat ini tidak memperhatikan kajian geologis. Padahal, banyak daerah serupa di Kota Semarang yang tanahnya memiliki rekahan-rekahan. Kondisi itu amat membahayakan saat hujan lebat namun tidak begitu bermasalah waktu kemarau.
"Pemicunya ya tiga hal tadi, jenis batu yang pecah-pecah, kemiringan lereng, dan air hujan," kata dia.
Sebenarnya, lanjut Eddy, Distamben telah memiliki peta zona kerentanan gerakan tanah dengan tanda merah, hijau, dan kuning. Zona merah tidak diperbolehkan untuk tempat tinggal. Namun kalaupun diizinkan, pihak yang membangun harus memiliki sistem drainase yang baik dan biayanya tentu mahal. (G6,H12-29j)
Tanggapan : Amblasnya rumah di
kelurhan Srondol Kulon mungkin dikarenakan oleh pergeseran tanah , yang
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ; hujan , kemiringan lahan , dan juga
batuan didalam tanah yang pecah , sehingga mengakibatkan pergerakan tanah. Hal ini sangat berbahaya bagi warga Kelurahan
Srondol Kulon yang berada dikawasan
perbukitan , dikarenakan rawan longsor.Dan Kawasan srondol , menurut saya tidak
cocok untuk kawasan pemukiman.
Terkait kasus ini Menurut saya
pemkot harus segera merelokasikan mereka ketempat yang lebih aman untuk bisa
dijadikan tempat tinggal.Dan memanfaatkan kawasan tersebut menjadi kawasan
konservasi. Dan juga pemkot harus mengatasi permasalahan permasalah pemukiman dengan
serius , tidak hanya di Srondol kulon ,tapi juga di tempat lainya. Dengan
mengatur tatanan kota , dan juga mengatur kawasan kawasan mana yang boleh
didirikan sebuah bangunan atau tidak. Pemkot seharusnya lebih tegas lagi kepada
warganya, yang membangun sebuah bangunan di zona yang tidak diperbolehkan untuk
tempat tinggal.
0 komentar:
Posting Komentar